Jumat, 30 Mei 2008

TUJUAN PERKULIAHAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH S1

Oleh: Ika umaya Yasinta(1102406008)

Perkuliahan pendidikan luar sekolah diberikan kepada mahasiswa dalam bentuk tatap muka,praktek dan kegiatan lapangan .

Adapun pengalaman belajar yang diperlukan dalam perkuliahan pendidikan luar sekolah adalah:
1.Mempelajari dasar-dasar perencanaan dan menyusun rencana terpadu pendidikan luar sekolah.
2.Berlatih menyusun perencanaan pendidikan luar sekolah.

Tujuan perkuliahan pendidikan luar sekolah :
1. Agar mahasiswa dapat memahami dan menguasai pengertian perencanaan dan perencanaan terpadu Pendidika Luar Sekolah.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui bentuk -bentuk dan tehnik perencanaan Pendidikan Luar Sekolah.
3. Agar mahasiswa memahami asprk-aspek Pendidikan Luar Sekolah
4. Agar mahasiswa dapat memahami ,menyusun suatu perumusan tujuan perencanaan pendidikan luar Sekolah.
5. Agar mahasiswa dapat memahami cara penilaian suatu perencanaan Pendidikan luar sekolah.
6. Agar mahasiswa terampil dalam menyusun suatu tujuan dan target perencanaan .
7. Agar mahasiswa mampu menilai suatu perencanaan Pendidikan Luar Sekolah.
8.Agar mahasiswa terampil membuat suatu prediksi perkembangan ekonomi dan ketenaga ketenagakerjaan dalam hubungannya dengan Pendidikan Luar Sekolah.

Tujuan Istruksional Perkuliahan Pendidikan Luar Sekolah S1.
@Memperoleh pengalaman belajar bagi mahasiswa diharapkan dapat memahami tujuan dan garis -garis besar perkuliahan perencanaan pendidikan luar sekolah.
@Setelah proses belajar mengajar mahasisw adiharapkan dapat memahami penertian perencanaan Pendidikan Luar Sekolah.
@Mahasiswa dapat memahami pendekatan Pendidikan Luar Sekolah .
@Mahasiswa dapat memahami bentuk -bentuk perencanaan pendidikan Luar Sekolah .
@Mahasiswa dapat memahami aspek-aspek perencanaan pendidikan luar sekolah .
@Mahasiswa dapat memahami target- target pendidikan luar sekolah. Mahasiswa dapat memahami penilaian perencanaan pendidikan Luar sekolah.
@Mahasiswa diharapkan dapat memehami mengenai hubungan antara kebutuhan tenaga kerja dengan jenis keterampilan yang dibutuhkan dalam menunjang perkembangan ekonomi.
MATERI SIARAN RADIO TKPLS

oleh Maghfiroh
1102406015

Materi siaran radio TKPLS ini adalah berisikan informasi pendidikan dan pengetahuan keterampilan serta pembentukan sikap mental yang diperlukan, meliputi bidang ipoleksosbudhankam, untuk membantu membina dan membentuk manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan falsafah pancasila. berarti materi pelajarannya melipouti antara lain: (a) ajaran keaagamaan/kerohanian atas dasar kepercayaan kepadaa Tuhan Yang Maha Esa, (b) kehidupan do dalam keluarga dan masyarakat, (c) hak dan kewajiban sebagai warga dan mesyarakat, (d) pembinaan keluarga sejahtera; nata pencaharian, (e) keaksaraan, (f) kesehatan masyarakat, (g) lain-lain yang diperlukan oleh warga belajar.

Dari berbagai materi pelajaran tersebut Tim Pembantu Pelaksanan TKPLS menyusun kurikulum siaran dengan melibatkan: (1) staf bidang pembinaan masyarakat, (2) staf bidang pembinaan generasi muda dan olah raga, (3) seorang ahli pendidikan luar sekolah dari perguruan tinggi setempat. kurikulum siaran ini disusun setahun sekali. terdiri dari 50 program siaran dan dijabarkan ke dalam format yang meliputi:
1. bidang kegiatan (misalnya bidang kegiatan pertanian, kesehatan, PKK dan lain-lain)
2. seri program (misalnya bidang kegiatan kesehatan dengan seri program penyakit menular)
3. pokok bahasan (misalnya muntaber atau malaria)
4. tujuan di sini m,emuat aspek-aspek yang akan dicapai
5. judul denga rumusan yang menarik (misalnya penyakit muntaber yang berbahaya)
6. sumber bahan penulisan (sumber buku)

Materi pendidikan yang disajikan kepada warga belajar meliputi: (a) pengetahuan dasar (membaca, menulis, berhitung, dan bahasa Indonesia), (b) keterampilan kerja, (c) nilai-nilai moral yang terkandung dalam pancasila, (d) faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kehidupan warga desa meliputi kesehatan, perbaikan lingkungan, pertanian, partisipasi pembangunan, dan (e) lain-lain yang pelaksanaanya disesuaikan dengan keadaan daerah masing-masing.

Home Scholing


Oleh : Nur Shobah 1102406014

Di Indonesia homeschooling mulai banyak dilakukan di kota-kota besar, khususnya oleh mereka yang pernah melakukannya ketika berada di luar negeri. Dalam perkembangannya, sekolahrumah atau homeschooling juga telah menjadi salah satu pilihan keluarga/orangtua yang mungkin diakibatkan adanya pandangan atau penilaian kurang baik terhadap sekolah dan merasa lebih siap untuk menyelenggarakan pendidikan anak-anaknya sendiri di rumah.

Kebijakan dan Payung Hukum Homeschooling.
Sistem pendidikan nasional menyebutkan bahwa pendidikan nonformal berfungsi untuk mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional salah satu jenis pendidikan nonformal adalah pendidikan pilihan yang termasuk diantaranya komunitas Sekolahrumah dan pendidikan komunitas hal ini diatur undang-undang Nomor 20 Tahun 2003.

Pelaksanaan Sekolahrumah dan komunitas belajar ini dilandasi oleh peraturan perundang-undangan sebagai berikut:

§ UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan perubahannya.

§ Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional.

§ Undang-undang No.32 tahun 2003 tentang Desentralisasi dan Otonomi Daerah.

§ Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

§ Peraturan Pemerintah No.25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.

§ Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah.

§ Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0131/U/1991 tentang Paket A dan Paket B.

§ Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No.132/U/2004 tentang paket C.

1.2 Klasifikasi Format Homeschooling.

Ada beberapa klasifikasi Homeschooling yaitu:

Homeschooling Tunggal
Adalah suatu format layanan pendidikan yang dilakukan orangtua /wali dalam suatu keluarga terhadap anak-anaknya di rumah maupun di tempat-tempat lain yang menyenangkan dimana orang tua/wali dengan sengaja tidak bergabung dengan keluargalain. Tantangan yang dihadapi Homeschooling Tunggal antara lain diambil dari komunitas sekolahrumah (Direktorat Pendidikan Kesetaraan):

§ Tidak ada tempat sosialisasi terutama bagi anak-anak yang memerlukan tempat mengekspresikan diri sebagai syarat pendewasaan kepribadian anak.

§ Tidak dukungan yang bisa menjadi tempat bertanya, berbagi dan sebagai pembanding keberhasilan proses belajar mengajar.

§ Orang tua harus menyelenggarakan sendiri penilaian terhadap hasil pendidikan atau mengusahakan sendiri kesetaraan dengan standar pendidikan formal atau standar yang ditetapkan komunitas Sekolahrumah yang ada.

Sekolahrumah Majemuk
Adalah suatu format layanan pendidikan yang dilaksanakan oleh orangtua/wali dari dua atau lebih keluarga yang tidak selalu saling bertalian keluarga melakukan suatu kegiatan sekolah rumah dimana kegiatannya dibentuk dan dikelola secara lebih teratur dan terstruktur.

Tantangan yang dihadapi Sekolahrumah Majemuk antara lain diambil dari komunitas sekolahrumah (Direktorat Pendidikan Kesetaraan):

§ Diperlukan kompromi dan fleksibilitas untuk menyesuaikan jadwal, suasana dan fasilitas tertentu yang dapat menampung beberapa anak dalam jumlah keluarga pada saat kegiatan dilaksanakaan bersama-sama.

§ Dalam kelompok yang lebih besar, maka anak-anak anggota sekolahrumah Majemuk harus diawasi, dibimbing atau dilatih oleh seorang yang ahli dalam bidang tertentu tersebut walaupun kehadiran orangtua harus tetap ada.

§ Anak-anak dengan keahlian atau kegiatan khusus harus juga bisa menyesuaikan dengan lingkungan lainnya dan menerima perbedaan-perbedaan lainnya dalam proses pembentukan jati diri.

§ Walaupun melakukan beberap kegiatan dengan keluarga sekolahrumah lainnya, tetapi orangtua masing-masing Sekolahrumah harus menyelenggarakan sendiri penilaian terhadap hasil pendidikan atau mengusahakan sendiri kesetaraan dengan standar pendidikan formal, standar pendidikan nonformal atau standar yang ditetapkan oleh komunitas Sekolahrumah yang ada.


Sekolahrumah Komunitas

Komunitas sekolahrumah adalah gabungan sekolahrumah majemuk yang memiliki komitmen pengajaran dengan perbandingan tertentu antara komunitas dan orangtua yang menyusun dan menentukan silabus serta bahan ajar bagi anak-anak sekolahrumah termasuk menentukan beberapa aktifitas dasar (olahraga, musik/seni, dan bahasa) serta fasilitas dan proses belajar dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu.

Kekuatan dan Kelemahan Sekolahrumah.

Kekuatan dan kelemahan homeschooling atau sekolahrumah diambil dari Pendidikan Kesetaraan mencerahkan anak bangsa (Direktorat Pendidikan Kesetaraan).

Sekolahrumah atau homeschooling memiliki kekuatan sebagai berikut :

1. Lebih memberikan kemandirian dan kreativitas individu tidak seperti di sekolah yang memberikan pelajaran secara klasikal.

2. Memberikan peluang untuk mencapai kompetensi individual semaksimal mungkin sehingga tidak selalu harus mengikuti standar kompetensi yang

3. ditentukan oleh kemampuan tertinggi, rata-rata, atau bahkan kemampuan paling rendah di kelas.

4. Terlindung dari tawuran, kenakalan, napza, pergaulan yang menyimpang, konsumerisme, dan jajan makanan yang malnutrisi.

5. Lebih bergaul dengan orang dewasa sebagai panutan.

6. Lebih disiapkan untuk kehidupan nyata.

7. Lebih didorong untuk melakukan kegiatan keagamaan, rekreasi/olahraga keluarga.

8. Membantu anak lebih berkembang, memahami dirinya dan perannya dalam dunia nyata disertai kebebasan berpendapat, menolak, atau menyepakati niali-nilai tertentu tanapa harus merasa takut untuk mendapat celaan dari teman atau nilai kurang.

9. Membelajarkan anak-anak dengan berbagai situasi, kondisi, dan lingkungan sosial.

10. Masih memberikan peluang berinteraksi dengan teman sebaya di luar jam belajarnya.

Sedangkan Kelemahan sekolahrumah adalah sebagai berikut :

1. Kurang berinteraksi dengan teman sebaya dari berbagai status sosial yang memberikan pengalaman berharga untuk belajar hidup di masyarakat.

2. Sekolah merupakan lingkungan belajar yang khas yang dapat melatih anak bersaing dan mencapai keberhasilan setinggi-tingginya.

3. Sekolah di rumah dapat mengisolasi peserta didik dari kenyataan-kenyataan yang kurang menyenangkan sehingga dapat berpengaruh pada perkembangan individu.

4. Bila anak terisolasi dari lingkungan sosialnya yang kurang menyenangkan maka ia kan kurang siap untuk menghadapi berbagai ketidakpastian atau kesalahan.

Lebih JauhTentang Homeschooling (Sekolahrumah)

Hal-hal yang Harus di perhatikan dalam Homeschooling.

Keputusan untuk melakukan homeschooling atau sekolah rumah adalah suatu keputusan yang sulit, karena banyak orang tua yang tidak merasa yakin atau ragu-ragu apakah ini suatu keputusan yang benar atau tidak. Mereka khawatir anak mereka tidak mendapat pendidikan yang sama atau setidaknya sesuai dengan pendidikan sekolah formal.

Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum memutuskan untuk melakukan homeschooling :

  1. Mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang homeschooling, informasi bisa didapat dengan mengikuti seminar, bertukar pikiran dengan pelaku homeschooling, search internet dsb.

  2. Komitmen antara orangtua dan anak.

Ketika melakukan homeschooling maka orangtua harus meluangkan waktu yang lebih banyak untuk membantu pembelajaraan anak mereka. Pembelajaran dalam homeschooling bukan seperti sekolah formal yang mengharuskan peserta didik duduk diam mendengarkan pengarahan guru, atau membaca setumpuk buku untuk sekian jam. Tetapi pembelajaran dalam homeschooling bersifat dinamis dimana peserta didik diharapkan aktif terlibat dalam mempelajari suatu bahan dimana peran orang tua atau tutor hanya sebagai guidelines untuk membantu peserta didik.

3. Persetujuan kedua orang tua.

Dalam melakukan homeschooling kedua orangtua harus setuju, karena apabila salah satu tidak setuju maka homeschooling tidak akan berjalan dengan baik

4. Anak harus bersedia melaksanakan homeschooling.

Keputusan untuk melakukan homeschooling harus merupakan keinginan anak bukan hanya keinginan orang tua karena anak atau peserta didik merupakan tokoh sentral dalam proses pembelajaran, sehingga apabila ada keengganan dari diri anak maka proses tidak akan berjalan maksimal.

5. Biaya yang mungkin timbul.

Mempertimbangkan faktor biaya yang mungkin timbul dalam proses pembelajaran homeschooling. Biaya yang mungkin timbul antara lain biaya pembelian kurukulum, biaya material pembelajaran, biaya tutorial dsb.

Beberapa Pendekatan yang sering dipakai dalam Homeschooling

Pada dasarnya homeschooling bersifat unique. Karena setiap keluarga mempunyai nilai dan latar belakang berbeda, sehingga setiap keluarga akan melahirkan pilihan-pilihan model homeschooling yang unique. Pendekatan yang dipakai dalam pelaksanaan homeschooling memiliki rentang yang lebar antara yang sangat tidak terstruktur (unschooling) hingga yang sangat terstruktur seperti belajar di sekolah (school at-home).

Menurut Ransom (2001) terdapat beberapa pendekatan yang sering dipakai dalam praktek homeschooling antara lain :

a.School at-home

School at-home approach adalah model pendidikan yang serupa dengan yang diselenggarakan di sekolah. Hanya saja, tempatnya tidak di sekolah, tetapi di rumah. Metode ini juga sering disebut textbook approach, traditional approach, atau school approach.


b. Unit studies

Unit studies approach adalah model pendidikan yang berbasis pada tema (unit study). Pendakatan ini banyak dipakai oleh orang tua homeschooling. Dalam pendekatan ini, siswa tidak belajar satu mata pelajaran tertentu (matematika, bahasa, dsb), tetapi mempelajari banyak mata pelajaran sekaligus melalui sebuah tema yang dipelajari. Metode ini berkembang atas pemikiran bahwa proses belajar seharusnya terintegrasi (integrated), bukan terpecah-pecah (segmented).

c. Charlotte Mason atau The Living Book Approach

The Living Books approach adalah model pendidikan melalui pengalaman dunia nyata. Metode ini dikembangkan oleh Charlotte Mason. Pendekatannya dengan mengajarkan kebiasaan baik (good habit), keterampilan dasar (membaca, menulis, matematika), serta mengekspose anak dengan pengalaman nyata, seperti berjalan-jalan, mengunjungi museum, berbelanja ke pasar, mencari informasi di perpustakaan, menghadiri pameran, dan sebagainya.

d. Classical, Waldorf, Montessori, dan Electic.
The Classical approach adalah model pendidikan yang dikembangkan sejak abad pertengahan. Pendekatan ini menggunakan kurikulum yang distrukturkan berdasarkan tiga tahap perkembangan anak yang disebut Trivium. Penekanan metode ini adalah kemampuan ekspresi verbal dan tertulis. Pendekatannya berbasis teks/literatur (bukan gambar/image).

The Waldorf approach adalah model pendidikan yang dikembangkan oleh Rudolph Steiner, banyak ditetapkan di sekolah-sekolah alternatif Waldorf di Amerika. Karena Steiner berusaha menciptakan setting sekolah yang mirip keadaan rumah, metodenya mudah diadaptasi untuk homeschool.

The Montessori approach adalah model pendidikan yang dikembangkan oleh Dr. Maria Montessori. Pendekatan ini mendorong penyiapan lingkungan pendukung yang nyata dan alami, mengamati proses interaksi anak-anak di lingkungan, serta terus menumbuhkan lingkungan sehingga anak-anak dapat mengembangkan potensinya, baik secara fisik, mental, maupun spiritual.

The Eclectic approach memberikan kesempatan pada keluarga untuk mendesain

sendiri program homeschooling yang sesuai, dengan memilih atau menggabungkan dari sistem yang ada.

e. Unschooling atau Natural Learning

Unschooling approach berangkat dari keyakinan bahwa anak-anak memiliki keinginan natural untuk belajar dan jika keinginan itu difasilitasi dan dikenalkan dengan pengalaman di dunia nyata, maka mereka akan belajar lebih banyak daripada melalui metode lainnya. Unschooling tidak berangkat dari textbook, tetapi dari minat anak yang difasilitasi.

Sumber-Sumber Pembelajaran

Beberapa sumber pembelajaran yang dapat dijadikan sumber acuan dalam homeschooling :

1. Ensiklopedia.

2. Kamus.

3. Atlas.

4. Referensi buku dan Material pembelajaran.

5. Koran

6. Majalah

7. Perpustakaan.

8. Mainan Edukatif

9. Software komputer yang edukatif


Proses Pembelajaran

Dalam proses pembelajaran orang tua harus memiliki panduan dan format penilaian untuk menilai kemajuan anaknya. Penilaian belajar lebih diutamakan pada proses pembelajaran. Jenis penilaian tersebut meliputi :

  • Performance Test (Penilaian sikap), penilaian ini lebih mengarah pada pembentukan karakter.

  • Project : yaitu mencatat hal-hal yang menarik tentang anak, yang dilakukan setiap hari.

  • Tes Akademis, tes untuk menguji pencapaian standar kompetensi peserta didik.

  • Portofolio, mengumpulkan hasil karya anak.

Dalam melakukan kegiatan belajar mengajar orangtua bisa memakai beberapa metode berikut :

  • Metode Tanya Jawab

  • Metode Diskusi

  • Metode Ceramah

  • Metode Cerita

  • Metode Pengalaman Langsung

  • Metode Belajar Tuntas

  • Metode Self Discovery

Jenis Pendidikan Luar Sekolah

Oleh: Nur Shobah 1102406014

Banyak jenis pendidikan luar sekolah, khususnya yang berupa kursus-kursus, yang merupakan lahan kegiatan yang didominasi oleh perempuan. Sebagai contoh dapat disebutkan kursus-kursus menjahit dan memasak. Di luar itu juga terdapat kegiatan-kegiatan pelatihan di bidang-bidang khusus, seperti menenun dengan teknik dan penggunaan ragam-ragam hias tradisional, yang dipimpin oleh ibu-ibu. Kegiatan pelestarian seni dan teknik tradisi yang semula sangat 'domestik' itu kini banyak ditransformasikan menjadi kegiatan publik, di mana peserta pelajaran menenun itu, misalnya, adalah wanita-wanita muda dari manapun, tidak perlu harus anak atau sanak dari si ibu yang merupakan nara sumber.
Pendidikan luar sekolah dapat bersifat non-formal, dalam arti tidak menggunakan struktur persekolahan dan kurikulum yang ketat, meskipun suatu sasaran tertentu ada ditetapkan. Contohnya adalah Kejar Paket A dan Kejar Paket B, serta kursusu-kursus yang mempunyai bahan ajar yang disusun secara terencana. Pada akhir kegiatan yang demikian itu biasa diberikan tanda selesai mengikuti paket atau kursus yang bersangkutan.
Di samping itu dapat juga suatu kegiatan pendidikan "luar sekolah" bersifat informal, atau 'tidak resmi', yaitu yang sama sekali tidak diikat oleh kurikulum yang ketat dan para pelakunya pun cenderung bersifat sukarela. Modus seperti ini banyak terdapat dalam upaya-upaya penerusan ilmu, kemahiran, dan atau ketrampilan dalam hal yang secara kategorik dapat disebut ekspresi folklor dan atau pengetahuan tradisional (traditional knowledge). Dalam penerusan jenis-jenis pengetahuan tertentu peranan wanita dominan, misalnya dalam peracikan obat-obatan tradisional, dalam perawatan kesehatan dan kecantikan, serta dalam perawatan bayi.
Penyampaian pengetahuan modern mengenai kesehatan ibu dan anak pun biasanya dilakukan secara informal. Demikian juga mengenai tujuan-tujuan lain, seperti meningkatkan penghasilan keluarga, pencegahan penyakit secara umum, dll. Berbagai aktivitas dalam rangka organisasi PKK (Pendidikan Kesejahteraan Keluarga) merupakan contoh dari pendidikan jenis ini.

Pendidikan Masyarakat lewat Media Massa
Suatu aspek pendidikan yang juga amat penting adalah pendidikan masyarakat lewat media massa. Hal-hal yang disampaikan melalui berbagai jenis media massa itu, yaitu media cetak, radio, dan televisi, seringkali pada pandangan pertama dilihat sebagai semata-mata informasi (khususnya berita) dan hiburan. Namun sebenarnya perlu disadari oleh semua pihak bahwa apapun yang disampaikan melalui media massa itu akan mempunyai efek 'mendidik'. Maksudnya "mendidik" adalah dapat mengubah pemikiran, pandangan, sikap, maupun pemihakan (terhadap atau mengenai sesuatu) pada diri para konsumen yang menerima pesan-pesan melalui media massa tersebut.

Dalam bidang 'pendidikan' melalui media massa ini pria dan wanita mempunyai peluang peran yang sama pada sisi pemancar dan pengelolanya. Namun pada sisi penerima, ibu-ibu yang mengasuh anak-anaknya di rumah mempunyai peluang lebih besar untuk memberikan panduan dalam menyerap informasi ataupun rangsangan yang disampaikan melalui media massa tersebut. Dalam hal ini ibu-ibu, atau siapapun yang berperan sebagai ibu di rumah, diharapkan dapat melatih anak-anaknya (atau warga rumahnya secara umum) agar pandai membedakan mana yang berguna dan mana yang merusak bagi suatu kehidupan manusiawi yang bermartabat. Tantangan yang harus dihadapi adalah bahwa sifat hiburan dari suatu siaran itu seringkali dapat dengan mudah menggusur nilai manfaat yang memuliakan manusia.


ICT untuk Pendidikan Luar Sekolah

Oleh: Nur Shobah {1102406014}

Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia lndonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Sistem pendidikan juga harus menumbuhkan jiwa patriotik dan mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial, dan sikap menghargai jasa para pahlawan serta berkeinginan untuk maju. Iklim belajar mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri sendiri dan budaya belajar di kalangan masyarakat terus dikembangkan agar tumbuh sikap dan perilaku yang kreatif, inovatif, dan berorientasi ke masa depan dengan memanfaatkan ICT.
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 tahun 1989, sistem pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Berdasarkan pada Undang-undangPendidikan tersebut, sistem pendidikan nasional dibedakan menjadi satuan pendidikan, jalur pendidikan, jenis pendidikan, dan jenjang pendidikan.
Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui dua jalur, yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak harus berjenjang dan bersinambungan. Satuan pendidikan luar sekolah meliputi kursus/lembaga pendidikan ketrampilan dan satuan pendidikan yang sejenis.
Di tengah krisis ekonomi seperti sekarang, kursus/lembaga pendidikan ketrampilan ini barangkali harus lebih dikedepankan. Kegiatan kursus bukan hanya memberi harapan pada anak putus sekolah yang sulit mencari kerja tetapi juga memberikan jalan bagi banyaknya jumlah lulusan SLTA yang tak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi sehingga lembaga kursus selalu mendapat tempat. Di tangan para pengelolanya, lembaga pendidikan ini bisa bergerak cepat mengikuti irama perkembangan dan tuntutan teknologi yang terjadi di masyarakat dengan menggunakan ICT.
Begitu cepatnya antisipasi yang dilakukan para penyelenggara kursus atas tuntutan masyarakat, sangat boleh jadi, lembaga pendidikan nonformal ini tidak begitu berat terkena pukulan akibat krisis ekonomi. Menurut mereka, lulusan SMTA yang akan memasuki perguruan tinggi perlu berpikir ulang, baik mengenai biaya maupun lama waktu belajar yang harus ditempuh. Apalagi, setelah selesai kuliah, para lulusan perguruan tinggi pun belum tentu mudah mendapatkan pekerjaan. Meski kursus masih dipandang sebelah mata, anak tiri dalam sistem pendidikan di Indonesia itu kini telah tumbuh menjadi sebuah bidang usaha yang nyaris tanpa batas.
Tidak sedikit perguruan tinggi swasta bercikal bakal dari kursus. Lembaga-lembaga kursus di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir tumbuh sangat pesat dan berkembang menjadi industri mimpi yang menggiurkan. Banyak warga masyarakat yang rela membayarkan uangnya beratus ribu atau jutaan rupiah sekadar untuk mewujudkan impian. Bahwa kemudian mimpi indah itu tidak terwujud, adalah kenyataan lain yang tidak pernah disesali.
Berdasarkan fungsinya, jenis-jenis lembaga kursus itu dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu: pertama, sejenis Bimbingan Tes yang bertujuan meningkatkan kemampuan belajar melalui pelajaran tambahan untuk bidang-bidang tertentu seperti IPA, matematika, bahasa Inggris, dan lain-lain dengan sasaran untuk semua pelajar SDSMTA. Tapi ada yang khusus untuk pelajar pada tingkat tertentu saja, misalnya kelas III SMTA yang akan mengikuti tes UMPTN.
Jenis kedua adalah Kursus-kursus Keterampilan yang bertujuan memberikan atau meningkatkan keterampilan mengetik, kecantikan, bahasa asing, akuntansi, montir,menjahit, sablon, babysitter, dan lain-lain. Sasaran lembaga ini mayoritas adalah para lulusan SMP dan SMTA yang memerlukan sertifikat keterampilan untuk mencari kerja.
Jenis ketiga adalah Pengembangan Profesi, seperti kursus sekretaris atau humas perusahaan, akuntan publik, kepribadian, dan lain-lainnya. Sasarannya tamatan SMTAsampai perguruan tinggi, dari yang belum bekerja sampai yang sudah bekerja, namun ingin meningkatkan profesionalismenya. Jenis ketiga ini lebih ke arah pembentukan
image dalam masyarakat, bukan hanya sekadar memberikan keterampilan teknis saja. Karena itu dari segi waktu pelaksanaan kursus lebih panjang (antara enam bulan sampai dua tahun).
Selain banyak dan beragamnya jenis lembaga kursus, pembinaan terhadap lembaga ini sering menjadi masalah. Dukungan pemerintah terhadap penyelenggaraan pendidikan luar sekolah selama ini sangat minim. Padahal lembaga kursus membutuhkan dukungan yang lebih besar agar bisa berkembang, terutama menghadapi era global di mana akan terbuka peluang bagi lembaga-lembaga kursus asing masuk ke Indonesia.
Hal ini ditambah dengan kenyataan bahwa selama ini ada kesan lembaga kursus
diperebutkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Departemen Tenaga Kerja. Akibatnya, dalam pembinaan maupun perizinan terjadi tumpang-tindih antara keduanya

Pendidikan Luar Sekolah Berorientasi Perbaikan Indeks Pembangunan Manusia

Oleh: Rousemiati Julista
1102406021

Jakarta, Kompas - Kebijakan pendidikan luar sekolah atau jalur pendidikan nonformal diarahkan pada upaya menunjang perbaikan peringkat human development index (HDI/indeks pembangunan manusia) Indonesia. Sesuai dengan target Kabinet Indonesia Bersatu, salah satu yang menonjol adalah pemberantasan jumlah penduduk buta aksara usia 15 tahun ke atas dari sekitar 15 juta menjadi 7,5 juta dalam lima tahun ke depan.

"Oleh karena itu, program kesetaraan, keaksraan, pendidikan anak usia dini, dan kecakapan hidup memerlukan keseriusan jajaran Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Depdiknas dan pihak-pihak terkait. Program-program tersebut satu sama lain berpengaruh terhadap indikator pemeringkatan HDI," ujar Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Ace Suryadi seusai lepas sambut dengan pejabat lama, Fasli Jalal, di Jakarta, Senin (23/5).

Sebelumnya, Fasli-yang kini menjabat Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan-mengingatkan bahwa orientasi program-program tersebut selama ini diselaraskan dengan rencana pembangunan jangka menengah Depdiknas. Hal itu juga sejalan dengan tekad pemerintah mendongkrak posisi HDI Indonesia menjadi 90 besar dalam lima tahun ke depan.

Seperti diketahui, Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) tahun 2004 memeringkatkan Indonesia pada urutan ke-111 dari 175 negara. Secara umum, komponen yang dinilai adalah pendidikan, kesehatan, dan perekonomian. Indikatornya adalah angka melek aksara orang dewasa, rata-rata lama pendidikan, usia harapan hidup, serta pendapatan per kapita.

Ace berjanji menyelaraskan pola kebijakannya dengan program PLS yang dikembangkan Fasli selama ini. Program kesetaraan menyangkut akses anak-anak usia sekolah mendapatkan layanan pendidikan setara dengan persekolahan. Sasaran program ini antara lain anak jalanan, anak nelayan, dan penduduk dewasa yang ingin memperbaiki taraf hidup melalui pendidikan setara persekolahan. Adapun program keaksaraan adalah upaya membuat melek huruf penduduk usia produktif (15 tahun ke atas) yang selama ini memang tidak sempat mendapatkan layanan pendidikan.

Pendidikan anak usia dini juga tak kalah pentingnya karena ketidaksiapan anak mengikuti pendidikan pada usia sekolah berpotensi melanggengkan angka putus sekolah hingga 300.000 per tahun. Kegagalan pendidikan anak usia dini sekaligus berpotensi menambah angka buta aksara.

Nasib guru

Tentang pola kebijakan yang bakal dikembangkan pada lembaga baru, selaku Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Fasli Jalal berjanji mengangkat kesejahteraan guru dengan mengacu pada kualifikasi dan kompetensinya. Terhadap nasib sekitar 2,6 juta guru di Tanah Air, sedang dipikirkan model pelatihan dan peningkatan kualifikasi, termasuk pendidikan profesi di universitas eks IKIP sebanyak 36-38 SKS.

"Selaku lembaga baru yang mengurusi profesionalisme guru, kami akan berkoordinasi dengan Ditjen Pendidikan Tinggi yang selama ini membina Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan," katanya.

Ia juga menggagas pembinaan guru kelas dan guru bidang studi dari tingkat kecamatan hingga provinsi dengan menyediakan block grant. "Namun, semua rencana itu baru bisa direalisasikan setelah menata kelembagaan di tingkat pusat," ujar Fasli. (NAR)

Kamis, 29 Mei 2008

TUJUAN TKPLS

oleh Maghfiroh
1102406015

TKPLS adalah singkatan dari Teknologi Komunikasi pendidikan Luar Sekolah yang dalam pelaksanaannya disiarkan melalui stasiun pemancar maka kegiatan percobaan ini disebut dengan siaran radio TKPLS, yang bertujuan:
1. Membantu usaha pemerintah dalam pendidikan masyarakat yang bertujuan meningkatkan mitu pendidikan dengan "menghasilkan bahan-bahan belajar dalam bentuk paket-paket, rekaman suara (pita reel dan kaset suara) untuk digunakan secara massal melalui siaran radio atau denga tape recorder yang diputar langsung dikelompok belajar serta memberikan program-program untuk pemutaran dan pengayaan paket A"
2. Mendorong dan menunjang kegaitan pendidikan luar sekolah dengan bentuk "memberikan program-program motivasi untuk mendorong dan menggygah hati warga masyarakat agar mau dan gemar belajar dan memperluas benuk pelajaran pendidikan luar sekolah melalui media komunikasi"
3. Menghasilkan pola penyajian pendidikan luar sekolah melalui media pendidikan guna mengusahakan suatu sistem layanan pendidikan luar sekolah
pada kegiatan belajar ini diharapkan adanya perubahan sikap dan perilaku sasaran didik (warga belajar) yang sesuai dengan pembangunan bangsa untuk meningkatkan kualitas hidupnya baik secara fisik maupun non fisik.

Sasaran dan Organisasi Pengelolaannya
pembinaan TKPLS melalui siaran radio ini ditujukan kepada :
1. Sasarn didik; sasarn didik (warga belajar) dari kegiatan ini terutama mereka yang dengan alasan apapun menjadi lupa dan buta huruf baik yang disebabkan karena putus sekolah dasar atau karena tidak pernah menikmati pendidikan formal, serta bagi warga masyarakat yang memerlukan peningkatan pengetahuan dan kecakapan dasar untuk memperbaiki taraf hidupnya, terutama bagi para pemuda dan orang dewasa
2. Sasaran daerah; sasaran daerah pembinaan TKPLS dilaksanakan didaerah-daerah yang:
terdapat kesatuan bahasa, yang maksudnya bahwa daerah tersebut mempunyai kesaman daerah dan warga belajarnya mampu menggunakan bahasa Indonesia
adanya dukunghan dari pemerintah daerah
3. Terdapatnya stasiun pemancar baik RRI, RPD, atay radio swasta niaga, yang dapat digunakan untuk penyiaran bahan-bahan belajar yang telah diproduksi baik didaerah maupun dari pusat
tersedianya tenaga pembina kelompok belajar dan penilik pendidikan masyarakat untuk memkperlancar pemanfaatan program
4. Terdapatnya kelompok-kelompok belajar yang akan memanfaatkan bahan pelajaran yang telah diproduksi

Rabu, 28 Mei 2008

TEKNOLOGI KOMUNIKASI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

Oleh Maghfiroh
1102406015

Pelaksanaan pembangunan masyarakat terutama yang berkaitan dengan masalah pendidikan masyarakat pedesaan, dalam era pembangunan dwasa ini perlu mendapat perhatian, karena dalam kenyataannya masih banyak terdapat anggota masyarakat yang tingkat pendidikannya relatif masih rendah, terutama di daerah pedesaan. rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, kalo kita simak banyak sekali faktor penyebabnya, antara lain yang paling mendasar dari kerendahan pendidikan tersebut adalah disebabkan faktor kesadaran akan pentingnya pendidikan baik untuk dirinya sendiri maupun untuk anggota keluarganya serta kondisi lingkungan mereka.

Dari kedua faktor tersebut maka keadaan masyarakat khususnya di pedesaan menjadi: (1) tidak adanya kesempatan menikmati pendidikan di sekolah sehingga menjadi tidak tahu aksara dan angka, (2) putus sekolah dasar sehingga menjadi lupa huruf, (3) tidak dipunyainya keterampilan khusus terhadap suatu bidang kerja sehingga memilih kerja apa adanya, (4) kurang peka terhadap masalah yang timbul di lingkungannya sehingga menjadi orang yang apatis dan kurang dinamis Jika kiat lihat gambaran masyarakat tersebut diatas dan kita perhatikan usaha-usaha yang pernah dilaksanakan untuk mengangkat mereka dari keterbelakangan dalam hal pendidikan, rupanya masih diperlukan adanya penyempurnaan dan penyesuaian dalam pelaksanaan pendidikan luar sekolah, khususnya pendidikan bagi pemuda dan orang dewasa yang dikonsentrasikan pada pemberantasan buta huruf dan keterampilan kerja.

Dalam rangkaian kegiatan pendidikan luar sekolah, mulai tahun 1979 Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan olah raga bekerja sama dengan pusat teknologi komunikasi pendidikan dan kebudayaan, mencoba suatu kegiatan pendidikan luar sekolah dengan menggunakan media pendidikan berbentuk kaset audio yang penyelenggaraanya disiarkan melalui stasiun pemancar baik itu Radio Republik indonesia (RRI), Radio Pemerintah Daerah (RPD) ataupun Radio Swasta Niaga (RSN) dan kegiaatn ini disebut dengan Teknologi Komunikasi Pendidikan Luar Sekolah (TKPLS). disamping menggunakan kaset audio yang disiarkan melalui stasiun pemancar, kegiatan TKPLS ditunjang pula dengan film bingkai (slide) dan film pendidikan yang sifatnya sewaktu-waktu (insidentil).

Sumber: Yusufhadi Miarso dkk dalam bukunya Teknologi Komunikasi Pendidikan

Sabtu, 24 Mei 2008

JURANG PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

Oleh: Ika umaya yasinta (1102406008)


Pendidikan luar sekolah baik sebagai complement,suplement, maupun sebagai replacementpendidikan formal dapat melakukan banyak hal dalam menutupi jurang yang terjadi antara kebutuhan dan kenyataan tersebut.

Berbagai jurang yang timbul di masyarakat akibat tidak terjadinya keseimbangan yaitu:

1. Jurang lapangan kerja.
a. Perambahan lapangan kerja yang tidak seimbang dengan pertambahan angkatan kerja .
b.Tidak sesuainya pengetahuan dan keterampilan antara tenaga kerja dan lapangan kerja
yang tersedia.
c. Ledakan penduduk yang mengakibatkan angkatan kerja semakin membengkak .
d.Terjadinya kepadatan penduduk yang tidak merata.


2. Jurang efficiensi .
Yaitu jurang yang kegiatan pendidikan yang tidak efisien yang menimbulkan kerugian
ekonomi dan pemborosan.

3.Jurang penawaran dan permintaan .
Kebutuhan akan eyanan pendidikan telah sedemikian meluasnya baik pada negarberkembang maupun negara terbelakang sehingga menimbulkan jurang antarapermintaan dan penawaran.

4.Jurang pertambahan penduduk dengan biaya hidup.
Pendidikan luar sekolah dapat memainkan peranannya dalam komponen kependudukan
sebagai berikut
-Explosion .
-Implosion.
-Diversification.
-Change'

5.Jurang penghasilan .
Pada situasi seperti ini pendidikan luar sekolah dapat berperan untuk menolong
mengembangkan keterampilan tenaga kerja dengan cara:
a. Didaerah pedesaan yang mempunyai banyak tenaga kerja dapat diberikan latihan-
latihan keterampilan sesuai yang diperlukan dari tempat kerja
b.Di sektor perkotaan akibat tekanan dari pengaruh industri , maka perlu diberikan
latihan -latihan kepada mereka tanpa mengganggu penghasilannya.

6. Jurang pemerataan.
Pendidikan luar sekolah merupakan merupakan salah satu atrnative dalam usaha utuk
menciptakan pemerataan pendidikan ,dengan jalan meyajikan program -program
pendidikan yang fleksibeldan berdasarkan kebutuhan masyarakat .

7. Jurang penyesuaian .
Pendidikan luar sekolah cenderung untuk beraneka ragam dan untuk mempunyai sponsor dari berbagai jawatan isntaansi yaitu lebih cenderung bersifat penyesuaian dan pembaharuan perubahan.

8. Jurang penilaian .
Jurang ini karena ini karena kesukaran dalam penilaian keterampilan individu terhadap
lapangan .

9. Jurang pengharapan.
Pendidika luar sekolah dapat menolong mengurangi jurang ini melalui masyarakat kaya
dengan melalui latihan sistematik /latiha,sedangkan masyarakat miskin dengan suatu
keterampilan yang mudah melalui kegunaan afektif pendidikan.

Kamis, 22 Mei 2008

Pendidikan Luar Sekolah Patut Ditangani Komperehensif

Oleh: Nur Shobah 1102406014

Pendidikan Luar Sekolah (PLS) komplek dan harus sistematis, yang patut ditangani secara serius, komperehensif, terpadu serta berkelanjutan karena melibatkan berbagai komponen termasuk instansi teknis terkait.

Maka dengan makin banyak diwujudkannya pendidikan Kelompok Belajar Masyarakat (PKBM), bisa menunjang keberhasilan proses PLS, kata Kepala Bidang PLS dan Pemuda Olahraga (PLS-PO) Dinas Pendidikan kabupaten Garut, Drs Kuswendi MSi, seusai menyelenggarakan seleksi Penilik PLS Senin.

Disebutkan, didaerahnya masih terdapat kekurangan sebanyak 34 orang Penilik PLS, karena dari 419 desa selama ini ditangani 50 orang Penilik padahal idealnya oleh 84 orang Penilik, dengan rasio setiap lima desa terdapat satu orang Penilik PLS.

Namun diharapkan, dari sebanyak 185 orang peserta seleksi PLS, yang berlangsung mulai pagi hingga malam hari atau ehari semalam hari Minggu lalu itu, dapat diangkat sebanyak 34 hingga 40 orang lebih Penilik PLS, sebagai sebagai pejabat fungsional yang paling memiliki akses untuk menjadi pejabat struktural atau Kepala Unit Pengelola Teknis Daerah (UPTD) di kemudian hari.

Karena itu, agar mereka siap pakai dan berkualitas memadai disajikan tiga item materi seleksi Penilik PLS, terdiri test tertulis dengan 50 butir soal pilihan ganda, lima butir soal ujian substantif berupa esai, presentasi karya tulis serta wawancara.

Soal pilihan ganda berisikan 80 persen materi PLS, sedangkan 20 persen mengenai kelembagaan , kepemimpinan dan administrasi, ujar Kuswendi.

Menurutnya, ditargetkannya Indek Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2005 sebesar 66,88 poin dari tahun 2004 sebesar 66,31 poin atau hanya naik 0,57 poin maupun di bawah satu poin, karena mungkin ketika ditargetkan disesuaikan dengan kemampuan pendanaan.

Sedangkan untuk menyukseskan wajib belajar dan PLS, masih perlu peningkatan pemahaman masyarakat, bahwa pendidikan sebagai tanggungjawab bersama, pemerintah, masyarakat dan orangtua. Demikian Kuswendi.

sumber: John DH, garut.go.id,
sejak dipublikasi 29/03/2005,

Oleh:Amalia N M 1102406013

Pendidikan Luar Sekolah (PLS) ternyata telah memberi kontribusi dalam upaya menangani masalah pengangguran terutama bagi warga masyarakat yang tidak mungkin terlayani kebutuhan pendidikannya melalui jalur pendidikan formal. Demikian Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas), Bambang Sudibyo pada acara penyerahan sertifikat profesi SPA Terapis di Jakarta, Rabu (20/12).

"Saya menghargai berbagai inisiatif yang dilakukan di lingkungan pendidikan luar sekolah, khususnya dalam mengembangkan kursus para profesi yang berorientasi kecakapan hidup untuk membelajarkan masyarakat agar memiliki kemampuan/keterampilan sebagai bekal untuk berusaha atau memasuki dunia kerja baik di dalam maupun luar negeri," ujar Bambang.

Menurutnya, perluasan dan peningkatan mutu pendidikan kecakapan hidup penting karena terkait dengan hajat hidup orang banyak sehingga Depdiknas bersama instansi terkait lainnya seperti Depnaker membentuk lembaga yang memberikan sertifikasi kompetensi.

Depdiknas, jelas Bambang, melalui Direktorat Pendidikan Luar Sekolah (PLS) juga menerbitkan sertikat kursus bagi Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT), sertifikat kecakapan hidup lainnya seperti bahasa Inggris, bidang otomotif, informasi teknologi dan sebagainya. Selain itu, Depdiknas secara bertahap akan melakukan akreditasi terhadap lembaga-lembaga kursus agar hasil dari pendidikan non-formal tersebut dapat diukur.

Untuk itu, katanya, pihaknya meminta agar Pendidikan Luar Sekolah terus mendorong dan memberikan fasilitasi kepada satuan-satuan pendidikan non formal agar terus mengembangkan berbagai program inovatif yang berorientasi pada kebutuhan pasar, sekaligus melakukan kemitraan dengan berbagai stake holder pendidikan guna meningkatkan mutu dan komptensi lulusannya agar memiliki sertifikasi profesi.

Ia mengatakan, upaya ke depan harus tetap dikembangkan agar semakin baik sehingga di era kompetisi global, tenaga kerja Indonesia mempunyai kemampuan untuk bersaing dengan tenaga kerja dari berbagai negara di dunia.

Telah banyak bukti yang dicapai, salah satu bukti tersebut adalah dilakukannya upaya sistematis dan sinergis oleh pemerintah, swasta dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas lulusan pendidikan khususnya di bidang "Spa Terapist."

"Para terapist ini telah mengikuti uji komptensi serta telah dinyatakan lulus untuk mendapat sertifikasi profesi. Selain itu, mereka telah diterima kerja atau magang di luar negeri untuk meningkatkan kemampuan dan daya saingnya," imbuhnya.

BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DAN PEMU

BPPLSP REGIONAL V MAKASSAR Sejarah lahirnya Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (BPPLSP) Regional V Makassar berasal dari Bidang Pendidikan Masyarakat (Dikmas) yang merupakan salah satu bidang di Kanwil Depdikbud Propinsi Sulawesi Selatan. Bidang Dikmas dipimpin oleh seorang Kepala Bidang (Kepala Bidang Dikmas) yang membawahi empat kelompok kerja yaitu; (1) Tenaga Teknis, (2) Bina Program, (3) Bina Sarana, (4) Supervisi Pelaporan, Evaluasi dan Monitoring (SPEM). Disamping itu, kepala bidang dikmas mengelola Balai Pendidikan Masyarakat (Balai Dikmas) Sulawesi Selatan yang pada saat itu diserahi tugas melaksanakan Proyek Pendidikan Non Formal (PNF).
Dengan terbitnya SK. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 022/O/1991 tanggal 20 Februari 1991, maka Balai Dikmas beralih menjadi Balai Pengembangan Kegiatan Belajar
Oleh: NUR SHOBAH 1102406014
(BPKB). BPKB merupakan UPT Ditken Diklusepora yang memiliki tugas melaksanakan pengembangan, bimbingan, dan ujicoba program pendidikan luar sekolah, pemuda dan olahraga berdasarkan kebijakan Ditjen Diklusepora. BPKB Sulawesi Selatan mewilayahi empat propinsi, yaitu; Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.
Setelah enam tahun BPKB Sulawesi Selatan berkiprah melaksanakan tugas dan fungsinya lahirlah SK Menteri Pendidikan Nasional No. 115/O/2003 tanggal 31 Juli 2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja BPPLSP, yang meningkatkan status BPKB Sulawesi Selatan menjadi Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (BPPLSP) Regional V, dengan delapan propinsi wilayah kerja, yaitu; Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, dan Propinsi Papua.

oleh:SA'ADATUL ATHIYAH
Globalisasi berarti interaksi terbuka tanpa batas wilayah dan geografis yang jelas. Masyarakat di suatu daerah dapat berinteraksi secara sosial dan ekonomi dengan masyarakat lain di belahan bumi lainnya tanpa kendala yang berarti.
Untuk mencegahnya?! Sebaiknya tidak usah repot dipikirkan. Karena kekuatannya yang sangat dahsyat, hampir mustahil upaya pencegahannya dilakukan. Lagi pula fenomena tersebut merupakan konsekuensi logis dari perkembangan dan kemajuan peradaban manusia itu sendiri.
Sejak ada di muka bumi, manusia menyatu dengan sifat dasarnya yang serba ingin tahu. Dan itu adalah berkah dari Allah SWT-Tuhan semesta alam, karena dengan hal itu manusia menapaki berbagai kemajuan dalam menjalani kehidupannya. Dan kemajuannya dalam hal bagaimana cara berinteraksi dengan sesama manusia menjelma dalam fenomena yang kita sebut dengan globalisasi. Bukankah secara mendasar manusia juga perlu berinteraksi dengan manusia lain ?! Zoon politicon-manusia merupakan makhluk sosial, demikian kata filsuf Aristoteles.
Yang terpenting adalah bagaimana kita dapat tetap survive dalam globalisasi. Menyangkut hal ini, penulis melihat adanya keterkaitan yang sangat erat dengan pendidikan. Karena survive dalam globalisasi sangat berkaitan dengan sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang unggul akan dapat survive, atau malah dapat memanfaatkan fenomena globalisasi menjadi suatu kekuatan yang sangat dahsyat. Begitu sebaliknya, sumber daya manusia yang lemah hanya akan tertindas dan merasakan kesulitan hidup karena tidak dapat bersaing dengan yang lainnya. Pendidikan adalah sarana peningkatan sumber daya manusia yang dimaksud. Karenanya penulis akan membahas keterkaitan antara globalisasi dan pendidikan, khususnya pendidikan luar sekolah.
Jalur Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar manusia secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki pengetahuan, mental serta keterampilan yang diperlukannya dalam menjalani kehidupan.
Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan dibagi menjadi 3 (tiga) jalur, yaitu pendidikan formal, non formal dan informal.
Pertama, pendidikan formal, yaitu jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar, yang terdiri atas pendidikan menengah umum, misalnya Sekolah Menangah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA), serta pendidikan menengah kejuruan, misalnya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK).
Sedangkan pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor.
Kedua, pendidikan non-formal yang merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, seperti Paket A, Paket B dan Paket C, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Pendidikan non formal sendiri berfungsi sebagai pengganti, penambah ataupun pelengkap dari pendidikan formal. Sebagai subtitute pendidikan formal, artinya pendidikan non formal dilaksanakan sebagai pengganti pendidikan formal bagi masyarakat yang karena alasan tertentu (seperti biaya pendidikan), sehingga tidak dapat mengikuti pendidikan formal. Contohnya Kejar Paket A setara SD, Paket B setara SMP dan Paket C setara SMA.
Sebagai supplement dan complement pendidikan formal, yaitu sebagai penambah dan pelengkap pengetahuan dan keterampilan yang masih kurang didapatkan dari pendidikan di sekolah (pendidikan formal). Misalnya kursus, bimbingan studi, training dan lainnya.
Lembaga pendidikan non formal misalnya seperti Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
Ketiga, pendidikan informal, yaitu pendidikan yang dilakukan keluarga dan lingkungan. Sebelumnya, jalur pendidikan hanya dibagi menjadi 2 (dua), yaitu pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Hal ini diatur dalam Undang-undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sitem Pendidikan Nasional.
Namun ada sedikit perbedaan dengan ditetapkannya Undang-undang yang baru, yaitu No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan sekolah disebut dengan pendidikan formal, sedangkan pendidikan luar sekolah dibagi menjadi pendidikan non formal dan informal.
Karena kebiasaan penggunaan istilah, sampai saat ini istilah pendidikan luar sekolah masih sering digunakan. Bahkan dalam struktur pemerintahan pada Dinas Pendidikan, istilah pendidikan luar sekolah masih digunakan sampai saat ini. Dengan alasan itulah penulis menggunakan istilah tersebut.
Pendidikan Luar Sekolah
Dari berbagai jalur pendidikan tersebut, memang pendidikan sekolah merupakan jalur yang paling dominan dan diutamakan. Mungkin akan sangat gampang jika kita ingat-ingat fenomena pendidikan di tengah masyarakat, bagaimana pendidikan sekolah secara umum hampir menjadi 'siklus wajib' kehidupan seseorang. Ketika sudah berusia 6 tahun maka harus masuk ke Sekolah Dasar (SD), setelah lulus akan mendaftar ke Sekolah Menengah Pertama (SMP), kemudian ke Sekolah Menengah Atas (SMA), lalu ke Perguruan Tinggi. Di luar sekolah tersebut, dapat saja seseorang mengikuti bimbingan studi, kursus bahasa asing ataupun komputer misalnya yang sifatnya hanya tambahan.
Paradigma tersebut tidak dapat dianggap salah, karena pendidikan sekolah adalah yang utama dan pendidikan luar sekolah bersifat pelengkap ataupun tambahan. Namun karena pendidikan sekolah sudah dianggap sesuatu hal yang 'wajib' dan primer dalam proses pendidikan, karenanya penulis tidak akan membahasnya lagi.
Menyangkut fenomena globalisasi, penulis akan membahas 2 (dua) konteks penting yang sangat erat kaitannya dengan pendidikan luar sekolah.
Pertama, globalisasi berarti persaingan terbuka. Persaingan dalam bidang apa pun yang bermuara pada persaingan sumber daya manusia. Pertanyaannya adalah, siapkah sumber daya manusia kita bersaing secara terbuka dengan orang lain secara terbuka? Pertanyaan yang lumayan 'menakutkan' sehingga cukup untuk mengernyitkan dahi kita.
Yah, siap ataupun tidak jalan terbaik adalah terus mempersiapkan diri meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada.
Tuntutan akan kemampuan lebih dalam persaingan, tidak memungkinkan pendidikan sekolah untuk dapat memenuhinya secara baik. Karenanya, pendidikan luar sekolah mengambil peran yang sangat signifikan sebagai media subtitute, supplement dan complement agar kualitas sumber daya manusia dapat meningkat dengan baik. Sejak dini anak-anak sudah harus belajar dalam kelompok bermain, kemudian kursus bahasa asing, bimbingan studi, kursus komputer dan pengasahan kemampuan lainnya.
Kedua, globalisasi berarti interaksi sosial terbuka. Berbagai informasi tentang budaya lain tidak akan mungkin terbendung. Dalam keadaan seperti ini, filterisasi budaya baik dan yang dianggap kurang baik hanya dapat dilakukan oleh penilaian manusianya sendiri. Penilaian itulah yang dipengaruhi oleh mental dan spiritual manusia yang bersangkutan. Dalam kaitan inilah pendidikan luar sekolah, khususnya pendidikan keluarga dan lingkungan akan sangat diperlukan.
Pembinaan mental dan spiritual banyak dibina di kehidupan keluarga dan lingkungannya. Penanaman nilai baik-buruk, benar-salah dan sebagainya dominan dibentuk dalam interaksinya sehari-hari dalam realitas kehidupannya.
Kedua hal ini merupakan hal penting yang menunjukkan keterkaitan antara pendidikan luar sekolah dengan globalisasi. Dengan keterkaitan ini pula, tampak jelas bahwa pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan sesuatu yang integral dalam melakukan proses pendidikan.
Hanya dengan begitu tujuan pendidikan untuk berkembangnya potensi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab seperti yang diamanatkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 dapat terwujud.
Pendidikan Luar Sekolah sebagai Pendidikan Masyarakat PDF Print E-mail
Ditulis Oleh: infokom
Saturday, 15 July 2006

“Pendidikan non formal sebagai pendidikan luar sekolah harus menyatu dengan masyarakat sesuai dengan kebutuhan masyarakat,” ungkap Dirjen Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Ace Suryadi saat presentasi di Kota Semarang (14/7). Pada kesempatan itu Ace mengatakan melalui pendidikan luar sekolah yang disesuaikan dengan kebutuhan dan perubahan kondisi masyarakat diharapkan dapat melakukan berbagai inovasi dengan sumber daya manusia (SDM) yang ada, maka pendidikan non formal itu perlu dikembangkan tidak hanya melalui pendidikan non formal.

Pendidikan Luar Sekolah sebagai Pendidikan Masyarakat

“Pendidikan non formal sebagai pendidikan luar sekolah harus menyatu dengan masyarakat sesuai dengan kebutuhan masyarakat,” ungkap Dirjen Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Ace Suryadi saat presentasi di Kota Semarang (14/7). Pada kesempatan itu Ace mengatakan melalui pendidikan luar sekolah yang disesuaikan dengan kebutuhan dan perubahan kondisi masyarakat diharapkan dapat melakukan berbagai inovasi dengan sumber daya manusia (SDM) yang ada, maka pendidikan non formal itu perlu dikembangkan tidak hanya melalui pendidikan non formal.

Dalam presentasinya Dirjen PLS menyambut positif langkah pemerintah kota mengenai gagasan Ketua TP PKK Kota Semarang tentang pembuatan rumah pintar di tiap kecamatan, “Ini merupakan ide yang cerdas untuk mendekatkan persoalan pendidikan non formal dengan masyarakat, sehingga masyarakat menyukai untuk bergabung dan senang dengan suasana pendidikan itu.”


Oleh: Amalia N M ( 1102406013 )

Pendidikan luar sekolah sekarang ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan siswa yang harus diikuti terutama bagi mereka yang tinggal di kota-kota besar. Jenis-jenis pendidikan luar sekolah antara lain:

1. Pendidikan agama (mengaji) 2. Kursus Bahasa Inggris 3. Kursus Komputer 4. Kursus menggambar, menari, dan seni lainnya 5. Kursus menjahit 6. Kursus mengetik non-komputer 7. Kursus memasak dst. Kenapa pendidikan luar sekolah penting diagendakan. Ya, tanpa tambahan pengetahuan di luar apa yang diperoleh di sekolah, faktanya siswa akan ketinggalan pengetahuan dengan siswa sebayanya yang sudah terlebih dahulu mengisi waktunya di luar jam-jam sekolah. Contoh siswa yang mengikuti kursus matematika akan tampak memiliki nilai tambah dibanding mereka yang tidak mengikuti les tambahan di bidang matematika itu. Begitu juga dalam bisa bahasa Inggris. Kenapa demikian? Jawabanya bisa bermacam-macam, tapi yang pasti siswa akan lebih percaya diri.

Anggaran Terbesar untuk Pendidikan Luar Sekolah

oleh: Rousemiati Julista (1102406021)

Jakarta, Sinar Harapan
Masalah pendidikan yang kini dihadapi Indonesia adalah rendahnya kualitas lulusan tenaga kerja Indonesia. Selain itu, masih banyak masyarakat yang buta huruf. Depdiknas akan memberikan anggaran terbesar untuk pendidikan luar sekolah dan pemuda, di antaranya untuk mengatasi masalah buta huruf ini.

Demikian dikatakan Dirjen Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Depdiknas, Fasli Jalal di Jakarta, Selasa (27/8). Dikatakan, dalam struktur tenaga kerja Indonesia, sebanyak 63,5% pemuda hanya berpendidikan Sekolah Dasar (SD) ke bawah
Menurut Fasli, setiap tahunnya terjadi penambahan angkatan kerja baru lebih dari 2 juta orang, namun yang terserap di lapangan kerja baik di sektor formal maupun informal rata-rata hanya sekitar 20%.
”Rendahnya daya serap ini bukan semata-mata karena sempitnya lapangan kerja, akan tetapi kompetensi/ketrampilan yang diinginkan oleh lembaga penerima tenaga kerja tidak terpenuhi oleh sebagian besar pencari kerja,” ujarnya.
Sektor pertanian dan perikanan tetap merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja muda, lanjutnya. Di daerah pedesaan, sebanyak 63,78% di antara pemuda bekerja di sektor pertanian. Sementara itu, pemuda yang bekerja di perkotaan dengan status sebagai buruh/karyawan 61,02% dan yang berusaha sendiri 16,93%.
Penduduk yang buta huruf juga tak kalah banyaknya, Fasli menambahkan. Penduduk yang buta huruf usia sepuluh tahun ke atas sekitar 18,7 juta jiwa dan untuk kelompok usia 10—44 tahun mencapai 5,9 juta jiwa.
Dari hasil Susenas 2001, pemuda yang buta huruf 2,97%. Pemuda yang tidak dapat membaca dan menulis di daerah pedesaan mencapai 4,45% dan di perkotaan 1,30%.
Hasil Susenas 2001 menggambarkan ada sebanyak 8147% pemuda yang putus sekolah dan 2,59% yang tidak atau belum pernah sekolah. Hal ini berarti, dari seratus pemuda ada sekitar tiga yang belum pernah sama sekali mengecap pendidikan sekolah. Dua per tiga dari jumlah yang tidak bersekolah adalah pemuda perempuan.
”Jumlah buta huruf ini tiap tahun akan bertambah karena munculnya kelompok buta huruf baru. Kelompok buta huruf baru ini adalah mereka yang putus sekolah. Dan tahun depan diperkirakan jumlah buta huruf di Indonesia akan bertambah sekitar 250.000 orang,” ujar Fasli.
Untuk itu Fasli menyambut baik kebijakan pemerintah yang akan meningkatkan anggaran sebesar 20% dari APBN untuk sektor pendidikan. Dan bila hal tersebut direalisasikan, maka Depdiknas akan memberikan anggaran terbesar untuk pendidikan luar sekolah dan pemuda. Fasli sendiri akan memfokuskan perhatiannya untuk mengatasi masalah buta huruf ini.
Tahun 2002 pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp109 miliar untuk bidang pendidikan luar sekolah. Dana tersebut disalurkan kepada masyarakat dalam dua program utama, yakni Program Penanggulangan Dampak pengurangan Subsidi Energi (PPD-PSE) sebesar Rp59 miliar dan Program Ketrampilan Hidup melalui pendekatan pendidikan berbasis luas sebesar Rp 50 miliar.
Dana PPD-PSE disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk dana bantuan khusus kepada warga belajar (DBK-WB), bantuan khusus kepada tutor, bantuan khusus kepada pusat kegiatan belajar masyarakat, bantuan khusus kepada anak jalanan dan dana pengamanan program.
Untuk DBK-WB yang di dalamnya ada program kejar paket A dan paket B, sampai dengan 27 Agustus ini telah disalurkan dana sebesar Rp 26,24 miliar kepada 219.133 warga belajar. Dana untuk tutor hingga saat ini sudah mencapai Rp 5,99 miliar untuk 9.975 tutor.
Fasli menambahkan, tahun depan Diknas dalam hal ini Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda, akan menambah jumlah tutor. Ada sekitar 5.100 tutor yang akan direkrut. Para tutor itu akan memperoleh gaji sebesar Rp 125.000 per bulan dengan status kontrak, bukan PNS. (van)

Talkshow Radio VI Tahun III “Eksistensi Pendidikan Luar Sekolah sebagai Pendidikan Alternatif di Masyarakat.

oleh: Rousemiati Julista (1102406021)

Kegiatan Talkshow VI Sekolah Demokrasi di RRI Malang pada hari Kamis, tanggal 24 April 2008, pukul 08.00 – 09.00 WIB on air dengan narasumber :1. Dewi Ruhillah, peserta SD angkatan tahun III dan PNS di UPTD Pendidikan Luar Sekolah; 2.Ning Huriyah, peserta SD angkatan tahun III dan guru; 3. Husnul Hakim Sadad, peserta SD angkatan tahun III dan LSM KKK Malang.

Hak mendapatkan pendidikan adalah hak asasi manusia yang harus senantiasa dijamin keberadaannya. Oleh karena itu pendidikan harus menjadi milik semua orang. Pada dasarnya pendidikan merupakan segala upaya untuk menggali potensi otentik kemanusiaan. Penggalian potensi otentik kemanusiaan itu harus bersamaan dengan upaya pembebasan manusia dari belenggu-belenggu yang menimpa diri manusia itu sendiri. Belenggu tersebut bisa berujud sebagai belenggu sosial, belenggu ekonomi dan belenggu ilmu pengetahuan baik bersifat fisik maupun non fisik.

Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang dapat di didik dan juga dapat mendidik. Oleh karena itu pendidikan dapat dilakukan oleh semua orang, kapan saja dan dimana saja tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Proses pendidikan ini berlangsung pada proses komunikasi yang dilakukan secara sadar dan penuh tanggung jawab. Namun dalam praksis, sistem pendidikan konvensional yang diselenggarakan dengan berbagai modifikasinya ternyata semakin mengungkung orang yang dididiknya. Hasilnya justru membuat orang tidak berani untuk berfikir lain diluar kerangka besar yang disetting oleh penguasa. Orang digiring untuk meyakini bahwa berpikir dan bertindak diluar wacana besar adalah berbahaya dan berdosa. Pendidikan dijadikan sebagai proses penjinakan akibatnya, keluaran yang dihasilkan dari sistem pendidikan semacam ini adalah manusia yang berpikir dan berkemauan seragam dalam segala hal.

Proses penyelenggaraan pendidikan yang umum berlaku telah mengabaikan prinsip-prinsip kebajikan. Sistem pendidikan benar-benar telah mengabaikan potensi individual/lokal. Yang lebih memprihatinkan lagi bahwa pembangunan sistem pendidikan tidak pernah bertolak dari dunia realitas yang ada. Akibatnya, orang yang dididik dalam sistem ini akan semakin jauh dan kian terasing dengan realitasnya. Pendidikan formal yang sudah terpaket sedemikian rupa tidak memberi peluang kepada peserta didik untuk berpartisipasi dalam menyusun kurikulum yang disajikan. Pendidikan juga terus mengalami penyempitan pengertian. Assumsi yang muncul dibenak mesyarakat umum tentang pendidikan adalah gambaran bangunan permanen sebuah sekolah, siswa berbaju seragam yang duduk rapi berhadapan dengan seorang guru dalam kelas, dan selembar ijazah sebagai hasil dari proses pendidikan sekian tahun. Pendidikan menjadi komoditas yang sangat elitis dan mahal. Pendidikan hanya bisa dilakukan pada suatu tempat dan waktu tertentu, serta dilakukan oleh orang-orang tertentu saja. Akibatnya, mereka yang dilahirkan dan terpuruk di kantong-kantong kemiskinan kian tersingkir posisinya (ternistaapakan).

Berangkat dari keprihatinan yang telah diuraikan diatas, maka menjadi mutlak untuk melakukan tindakan konkrit untuk mengembalikan gagasan pendidikan pada hakikat yang sesungguhnya. Pendidikan yang beranjak dari penggalian potensi diri manusia, yang tidak lagi dibatasi matra ruang dan waktu. Pendidikan yang bisa dilakukan kapan dan dimana saja, serta dilakukan oleh dan untuk siapa saja: suatu sistem pendidikan yang mampu menumbuhkembangkan nilai-nilai kebajikan pari purna bagi semua elemen yang terlibat didalamnya baik penyelenggara maupun masyarakat. Kebajikan yang dapat membangun kerendahan hati, keluhuran budi dan keperkasaan jiwa.

Pendidikan alternative dengan penyelenggaraan pendidikan yang partisipatif yaitu pendidikan yang melibatkan peserta didik dalam mengambil keputusan, dimana proses pendidikannya tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Oleh karena itu pendidikan alternative memberikan kesempatan bagi seseorang atau atau kelompok untuk dapat menimba ilmu dan mengembangkan pengetahuan, sikap ketrampilan dan nilai-nilai sehingga memungkinkan untuk berperan serta secara efisien dan efektif dalam lingkungan keluarganya, masyarakat, dan bahkan negaranya. Pendidikan alternative juga upaya penyelenggaraan pendidikan yang partisipatif yaitu pendidikan yang melibatkan peserta didik dalam mengambil keputusan, yang proses pendidikannya tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.


Aplikasi Andragogi dalam Pembelajaran pendidikan Non Formal

oleh : Nur Shobah 1102406014

Selasa, 10 Oktober 2006
Bagaimana Tutor dalam penerapan andragogi?
Aplikasi Andragogi Dalam Pembelajaran Pendidikan Non Formal

Permasalahan yang paling sering muncul dalam pelaksanaan pendidikan luar sekolah adalah hasil belajar, output dan outcomenya. Ketidakmampuan peserta memahami dengan baik materi dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan keterampilan merupakan indikasi kurang berhasilnya kegiatan pendidikan luar sekolah. Rendahnya hasil belajar sebagai indikator dari ketidakberhasilan pembelajaran, dimana peserta maupun tidak mampu menerima dengan baik bahan belajar yang diajarkan oleh tutor. Salah satu penyebab ketidakberhasilan pembelajaran pendidikan luar sekolah adalah metode pembelajaran yang tidak sesuai dengan prosedur pelaksanaannya dan andragogi belum diterapkan secara maksimal dalam pelaksanaan pembelajaran.

Secara jelas Knowles (1979) menyatakan apabila peserta didik (baca: warga belajar) telah berumur 17 tahun, penerapan prinsip andragogi dalam kegiatan pembelajarannya telah menjadi suatu kelayakan. Usia warga belajar pada kelompok belajar program PLS rata-rata di atas 17 tahun, sehingga dengan sendirinya penerapan prinsip andragogi pada kegiatan pembelajarannya semestinya diterapkan.

Perlunya penerapan prinsip andragogi dalam pendekatan pembelajaran orang dewasa dikarenakan upaya membelajarkan orang dewasa berbeda dengan upaya membelajarkan anak. Membelajarkan anak (pedagogi) lebih banyak merupakan upaya mentransmisikan sejumlah pengalaman dan keterampilan dalam rangka mempersiapkan anak untuk menghadapi kehidupan di masa datang. Apa yang di transmisikan didasarkan pada pertimbangan warga belajar sendiri, apakah hal tersebut akan bermanfaat bagi warga belajar di masa datang. Sebaliknya, pembelajar-an orang dewasa (andragogi) lebih menekankan pada membimbing dan membantu orang dewasa untuk menemukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam rangka memecahkan, masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya. Ketepatan pendekatan yang digunakan dalam penyelenggaraan suatu kegiatan pembelajaran tentu akan mempengaruhi hasil belajar warga belajar.

Perbedaan antara membelajarkan anak-anak dengan membelajarkan orang dewasa terlihat dari upaya pembelajaran orang dewasa. membelajarkan orang dewasa berpusat pada warga belajar itu sendiri (learned centered). Tutor harus memperhatikan prinsip-prinsip belajar orang dewasa. Prinsip tersebut dijadikan pegangan atau panduan dalam praktek membimbing kegiatan belajar orang dewasa. Pendekatan-pendekatan pembelajaran orang dewasa dengan memperhatikan prinsip-prinsip belajarnya dapat dipandang sebagai ilmu dan seni (art and science) membantu atau menolong orang dewasa belajar.

Orang Dewasa Sebagai Warga Belajar

Cara belajar orang dewasa jauh berbeda dengan cara belajar anak-anak. Olehnya itu, proses penyelenggaraan belajar bagi orang dewasa harus didekati dengan cara yang berbeda pula. Menyamakan pendekatan pendidikan anak dengan pendekatan pendidikan orang dewasa dapat mengakibatkan kegiatan pendidikan tersebut menjadi suatu hal yang menyakitkan bagi orang dewasa. Kondisi yang menyakitkan tersebut tentu akan sulit untuk mengharapkan hasil belajar yang maksimal.

Menurut Knowles (1979), perbedaan antara anak-anak dan orang dewasa dalam belajar didasarkan pada empat asumsi tentang orang dewasai. Asumsi-asumsi tersebut ialah: (1) orang dewasa mempunyai pengalaman yang berbeda dengan anak-anak, (2) orang dewasa mempunyai konsep diri, (3) orang dewasa mempunyai orientasi belajar yang berbeda dengan anak-anak, dan (4) orang dewasa mempunyai kesiapan untuk belajar.

Orang dewasa dalam belajar jauh berbeda dengan anak-anak, Seharusnya menggunakan pendekatan yang berbeda pula dalam membelajarkan anak. Pendekatan yang layak adalah pendekatan andragogi. Bila dihubungkan dengan penyelenggaraan pendidikan yang terorganisir di kelompok belajar, maka pendekatan andragogi akan semakin terasa pentingnya. Sebab setiap kegiatan yang terorganisir sudah tentu mempunyai atau didasarkan pada pedoman-pedoman tertentu. Pedoman inilah yang menjadi prinsip-prinsip kerja agar kegiatan berjalan pada prosedur yang benar dan sesuai dengan tujuan.

Penerapan Andragogi dalam performansi Tutor

Tutor sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran orang dewasa. Tutor memasuki kelas dengan bekal sejumlah pengetahuan dan pengalaman. Pengetahuan dan pengalaman ini seharusnya melebihi dari yang dimiliki oleh peserta. Seorang tutor dengan pengetahuan dan pengalamannya itu tidaklah cukup untuk membuat peserta untuk berperilaku belajar dalam kelas melainkan sikap tutor sangatlah penting. Seorang tutor bukan merupakan "pemaksa" untuk terjadinya pengaruh terhadap peserta, namun pengaruh itu timbul karena adanya keterlibatan mereka dalam kegiatan belajar. Untuk mengusahakan adanya perubahan, tutor hendaknya bersikap positif terhadap warga belajar.

Sikap seorang tutor mempunyai arti dan pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku warga belajar dalam kegiatan pembelajaran. Umumnya tutor yang memiliki daya tarik akan lebih efektif dari pada tutor yang tidak menarik. Sikap menyenangkan yang ditampilkan oleh tutor akan ditanggapi positif oleh peserta, pada gilirannya berpengaruh terhadap intensitas perilaku belajarnya. Sebaliknya, fasilitator yang menampilkan sikap tidak menyenangkan akan dinilai negatif oleh peserta, sehingga mengakibatkan kegiatan belajar menjadi tidak menyenangkan.

Ada beberapa hal yang dianggap penting dimiliki oleh para tutor dalam proses interaksi belajar yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya warga belajar, yaitu (1) bersikap manusiawi dan tidak bereaksi secara mekanis atau memahami masalah peserta didik hanya secara intelektual; ikut merasakan apa arti manusia dan benda bagi mereka; berada dan bersatu dengan peserta didik; membiarkan diri sendiri mengalami atau menyatu dalam pengalaman para peserta didik; merenungkan makna pengalaman itu sambil menekan penilaian diri sendiri, (2) Bersikap kewajaran: jujur, apa adanya, konsisten, terbuka; membuka diri; merespon secara tulus ikhlas, (3) Bersikap respek: mempunyai pandangan positif terhadap peserta; mengkomunikasikan kehangatan, perhatian, pengertian, menerima orang lain dengan penghargaan penuh; menghargai perasaan dan pengalaman mereka, dan (4) Membuka diri: menerima keterbukaan orang lain tanpa menilai dengan ukuran, konsep dan pengalaman diri sendiri; secara aktif mengungkapkan diri kepada orang lain dan mau mengambil resiko jika melakukan kekeliruan.

Penerapan Andragodi dalam Pengorganisasian Bahan Belajar

Pengorganisasian bahan belajar sedemikian rupa, memudahkan warga belajar dalam mempelajarinya. Pengorganisasian bahan belajar dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan pembelajaran. Setiap bahan belajar yang ingin disampaikan, harus dilihat dari ketertarikan warga belajar terhadap materi yang disampaikan, kesesuaian materi dengan kebutuhan warga belajar, dan kesamaan tingkat dan lingkup pengalaman antara tutor dan warga belajar

Bahan belajar yang berisi pengetahuan, keterampilan dan atau nilai-nilai akan disampaikan oleh tutor kepada warga belajar. Bahan belajar itu pula yang akan dipelajari oleh warga dalam mencapai tujuan belajar. Materi harus dipilih atas pertimbangan sejauh mana peranannya dalam menciptakan situasi untuk penyesuaian perilaku warga belajar di dalam mencapai tujuan belajar yang ditetapkan. Materi itu pun akan mempengaruhi pertimbangan tutor dalam memilih dan menetapkan teknik pembelajaran.

Seorang tutor hendaknya mengetahui faktor-faktor yang patut dipertimbangkan dalam memilih bahan belajar untuk diajarkan. Ketertarikan warga belajar dalam memilih dan mempelajari bahan belajar adalah merupakan manifestasi dari perilaku belajar warga belajar. Faktor-faktor yang patut dipertimbangkan dalam memilih bahan belajar adalah tingkat kemampuan peserta, keterkaitannya dengan pengalaman yang telah dimiliki oleh peserta, tingkat daya tarik bahan belajar, dan tingkat kebaharuan dan aktualisasi bahan.

Penerapan andragogi dalam Metode Pembelajaran

Penggunaan metode pembelajaran dalam pendidikan orang dewasa berimplikasi pada penggunaan teknik pembelajaran yang dipandang cocok digunakan di dalam menumbuhkan perilaku warga belajar. Knowles mengklasifikasi teknik pembelajaran dalam mencapai tujuan belajar berdasarkan tipe kegiatan belajar, yakni; sikap, pengetahuan dan keterampilan.

Kegiatan belajar pada pendidikan orang dewasa masih merupakan kegiatan belajar yang paling efisien dan paling dapat diterima serta merupakan alat yang dinamis dan fleksibel dalam membantu orang dewasa belajar. Oleh karena, kegiatan belajar merupakan alat yang dinamis dan fleksibel dalam membantu orang dewasa, maka penggunaan metode belajar diperlukan berdasarkan prinsip-prinsip belajar orang dewasa. Metode belajar orang dewasa adalah cara mengorganisir peserta agar mereka melakukan kegiatan belajar, baik dalam bentuk kegiatan teori maupun praktek.

Metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam kegiatan belajar, harus (1) berpusat pada masalah, (2) menuntut dan mendorong peserta untuk aktif, (3) mendorong peserta untuk mengemukakan pengalaman sehari-harinya, (4) menumbuhkan kerja sama, baik antara sesama peserta, dan antara peserta dengan tutor, dan (5) lebih bersifat pemberian pengalaman, bukan merupakan transformasi atau penyerapan materi.

Sumber: Pemerhati Pendidikan Orang Dewasa dan Pamong Belajar BPKB Sulteng (dama)