Jakarta, Sinar Harapan
Masalah pendidikan yang kini dihadapi Indonesia adalah rendahnya kualitas lulusan tenaga kerja Indonesia. Selain itu, masih banyak masyarakat yang buta huruf. Depdiknas akan memberikan anggaran terbesar untuk pendidikan luar sekolah dan pemuda, di antaranya untuk mengatasi masalah buta huruf ini.
Demikian dikatakan Dirjen Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Depdiknas, Fasli Jalal di Jakarta, Selasa (27/8). Dikatakan, dalam struktur tenaga kerja Indonesia, sebanyak 63,5% pemuda hanya berpendidikan Sekolah Dasar (SD) ke bawah
Menurut Fasli, setiap tahunnya terjadi penambahan angkatan kerja baru lebih dari 2 juta orang, namun yang terserap di lapangan kerja baik di sektor formal maupun informal rata-rata hanya sekitar 20%.
”Rendahnya daya serap ini bukan semata-mata karena sempitnya lapangan kerja, akan tetapi kompetensi/ketrampilan yang diinginkan oleh lembaga penerima tenaga kerja tidak terpenuhi oleh sebagian besar pencari kerja,” ujarnya.
Sektor pertanian dan perikanan tetap merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja muda, lanjutnya. Di daerah pedesaan, sebanyak 63,78% di antara pemuda bekerja di sektor pertanian. Sementara itu, pemuda yang bekerja di perkotaan dengan status sebagai buruh/karyawan 61,02% dan yang berusaha sendiri 16,93%.
Penduduk yang buta huruf juga tak kalah banyaknya, Fasli menambahkan. Penduduk yang buta huruf usia sepuluh tahun ke atas sekitar 18,7 juta jiwa dan untuk kelompok usia 10—44 tahun mencapai 5,9 juta jiwa.
Dari hasil Susenas 2001, pemuda yang buta huruf 2,97%. Pemuda yang tidak dapat membaca dan menulis di daerah pedesaan mencapai 4,45% dan di perkotaan 1,30%.
Hasil Susenas 2001 menggambarkan ada sebanyak 8147% pemuda yang putus sekolah dan 2,59% yang tidak atau belum pernah sekolah. Hal ini berarti, dari seratus pemuda ada sekitar tiga yang belum pernah sama sekali mengecap pendidikan sekolah. Dua per tiga dari jumlah yang tidak bersekolah adalah pemuda perempuan.
”Jumlah buta huruf ini tiap tahun akan bertambah karena munculnya kelompok buta huruf baru. Kelompok buta huruf baru ini adalah mereka yang putus sekolah. Dan tahun depan diperkirakan jumlah buta huruf di Indonesia akan bertambah sekitar 250.000 orang,” ujar Fasli.
Untuk itu Fasli menyambut baik kebijakan pemerintah yang akan meningkatkan anggaran sebesar 20% dari APBN untuk sektor pendidikan. Dan bila hal tersebut direalisasikan, maka Depdiknas akan memberikan anggaran terbesar untuk pendidikan luar sekolah dan pemuda. Fasli sendiri akan memfokuskan perhatiannya untuk mengatasi masalah buta huruf ini.
Tahun 2002 pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp109 miliar untuk bidang pendidikan luar sekolah. Dana tersebut disalurkan kepada masyarakat dalam dua program utama, yakni Program Penanggulangan Dampak pengurangan Subsidi Energi (PPD-PSE) sebesar Rp59 miliar dan Program Ketrampilan Hidup melalui pendekatan pendidikan berbasis luas sebesar Rp 50 miliar.
Dana PPD-PSE disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk dana bantuan khusus kepada warga belajar (DBK-WB), bantuan khusus kepada tutor, bantuan khusus kepada pusat kegiatan belajar masyarakat, bantuan khusus kepada anak jalanan dan dana pengamanan program.
Untuk DBK-WB yang di dalamnya ada program kejar paket A dan paket B, sampai dengan 27 Agustus ini telah disalurkan dana sebesar Rp 26,24 miliar kepada 219.133 warga belajar. Dana untuk tutor hingga saat ini sudah mencapai Rp 5,99 miliar untuk 9.975 tutor.
Fasli menambahkan, tahun depan Diknas dalam hal ini Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda, akan menambah jumlah tutor. Ada sekitar 5.100 tutor yang akan direkrut. Para tutor itu akan memperoleh gaji sebesar Rp 125.000 per bulan dengan status kontrak, bukan PNS. (van)
Kamis, 22 Mei 2008
Anggaran Terbesar untuk Pendidikan Luar Sekolah
oleh: Rousemiati Julista (1102406021)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar