Jumat, 30 Mei 2008

Pendidikan Luar Sekolah Berorientasi Perbaikan Indeks Pembangunan Manusia

Oleh: Rousemiati Julista
1102406021

Jakarta, Kompas - Kebijakan pendidikan luar sekolah atau jalur pendidikan nonformal diarahkan pada upaya menunjang perbaikan peringkat human development index (HDI/indeks pembangunan manusia) Indonesia. Sesuai dengan target Kabinet Indonesia Bersatu, salah satu yang menonjol adalah pemberantasan jumlah penduduk buta aksara usia 15 tahun ke atas dari sekitar 15 juta menjadi 7,5 juta dalam lima tahun ke depan.

"Oleh karena itu, program kesetaraan, keaksraan, pendidikan anak usia dini, dan kecakapan hidup memerlukan keseriusan jajaran Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Depdiknas dan pihak-pihak terkait. Program-program tersebut satu sama lain berpengaruh terhadap indikator pemeringkatan HDI," ujar Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Ace Suryadi seusai lepas sambut dengan pejabat lama, Fasli Jalal, di Jakarta, Senin (23/5).

Sebelumnya, Fasli-yang kini menjabat Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan-mengingatkan bahwa orientasi program-program tersebut selama ini diselaraskan dengan rencana pembangunan jangka menengah Depdiknas. Hal itu juga sejalan dengan tekad pemerintah mendongkrak posisi HDI Indonesia menjadi 90 besar dalam lima tahun ke depan.

Seperti diketahui, Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) tahun 2004 memeringkatkan Indonesia pada urutan ke-111 dari 175 negara. Secara umum, komponen yang dinilai adalah pendidikan, kesehatan, dan perekonomian. Indikatornya adalah angka melek aksara orang dewasa, rata-rata lama pendidikan, usia harapan hidup, serta pendapatan per kapita.

Ace berjanji menyelaraskan pola kebijakannya dengan program PLS yang dikembangkan Fasli selama ini. Program kesetaraan menyangkut akses anak-anak usia sekolah mendapatkan layanan pendidikan setara dengan persekolahan. Sasaran program ini antara lain anak jalanan, anak nelayan, dan penduduk dewasa yang ingin memperbaiki taraf hidup melalui pendidikan setara persekolahan. Adapun program keaksaraan adalah upaya membuat melek huruf penduduk usia produktif (15 tahun ke atas) yang selama ini memang tidak sempat mendapatkan layanan pendidikan.

Pendidikan anak usia dini juga tak kalah pentingnya karena ketidaksiapan anak mengikuti pendidikan pada usia sekolah berpotensi melanggengkan angka putus sekolah hingga 300.000 per tahun. Kegagalan pendidikan anak usia dini sekaligus berpotensi menambah angka buta aksara.

Nasib guru

Tentang pola kebijakan yang bakal dikembangkan pada lembaga baru, selaku Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Fasli Jalal berjanji mengangkat kesejahteraan guru dengan mengacu pada kualifikasi dan kompetensinya. Terhadap nasib sekitar 2,6 juta guru di Tanah Air, sedang dipikirkan model pelatihan dan peningkatan kualifikasi, termasuk pendidikan profesi di universitas eks IKIP sebanyak 36-38 SKS.

"Selaku lembaga baru yang mengurusi profesionalisme guru, kami akan berkoordinasi dengan Ditjen Pendidikan Tinggi yang selama ini membina Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan," katanya.

Ia juga menggagas pembinaan guru kelas dan guru bidang studi dari tingkat kecamatan hingga provinsi dengan menyediakan block grant. "Namun, semua rencana itu baru bisa direalisasikan setelah menata kelembagaan di tingkat pusat," ujar Fasli. (NAR)

Tidak ada komentar: