Kamis, 22 Mei 2008

oleh:SA'ADATUL ATHIYAH
Globalisasi berarti interaksi terbuka tanpa batas wilayah dan geografis yang jelas. Masyarakat di suatu daerah dapat berinteraksi secara sosial dan ekonomi dengan masyarakat lain di belahan bumi lainnya tanpa kendala yang berarti.
Untuk mencegahnya?! Sebaiknya tidak usah repot dipikirkan. Karena kekuatannya yang sangat dahsyat, hampir mustahil upaya pencegahannya dilakukan. Lagi pula fenomena tersebut merupakan konsekuensi logis dari perkembangan dan kemajuan peradaban manusia itu sendiri.
Sejak ada di muka bumi, manusia menyatu dengan sifat dasarnya yang serba ingin tahu. Dan itu adalah berkah dari Allah SWT-Tuhan semesta alam, karena dengan hal itu manusia menapaki berbagai kemajuan dalam menjalani kehidupannya. Dan kemajuannya dalam hal bagaimana cara berinteraksi dengan sesama manusia menjelma dalam fenomena yang kita sebut dengan globalisasi. Bukankah secara mendasar manusia juga perlu berinteraksi dengan manusia lain ?! Zoon politicon-manusia merupakan makhluk sosial, demikian kata filsuf Aristoteles.
Yang terpenting adalah bagaimana kita dapat tetap survive dalam globalisasi. Menyangkut hal ini, penulis melihat adanya keterkaitan yang sangat erat dengan pendidikan. Karena survive dalam globalisasi sangat berkaitan dengan sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang unggul akan dapat survive, atau malah dapat memanfaatkan fenomena globalisasi menjadi suatu kekuatan yang sangat dahsyat. Begitu sebaliknya, sumber daya manusia yang lemah hanya akan tertindas dan merasakan kesulitan hidup karena tidak dapat bersaing dengan yang lainnya. Pendidikan adalah sarana peningkatan sumber daya manusia yang dimaksud. Karenanya penulis akan membahas keterkaitan antara globalisasi dan pendidikan, khususnya pendidikan luar sekolah.
Jalur Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar manusia secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki pengetahuan, mental serta keterampilan yang diperlukannya dalam menjalani kehidupan.
Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan dibagi menjadi 3 (tiga) jalur, yaitu pendidikan formal, non formal dan informal.
Pertama, pendidikan formal, yaitu jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar, yang terdiri atas pendidikan menengah umum, misalnya Sekolah Menangah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA), serta pendidikan menengah kejuruan, misalnya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK).
Sedangkan pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor.
Kedua, pendidikan non-formal yang merupakan jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, seperti Paket A, Paket B dan Paket C, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Pendidikan non formal sendiri berfungsi sebagai pengganti, penambah ataupun pelengkap dari pendidikan formal. Sebagai subtitute pendidikan formal, artinya pendidikan non formal dilaksanakan sebagai pengganti pendidikan formal bagi masyarakat yang karena alasan tertentu (seperti biaya pendidikan), sehingga tidak dapat mengikuti pendidikan formal. Contohnya Kejar Paket A setara SD, Paket B setara SMP dan Paket C setara SMA.
Sebagai supplement dan complement pendidikan formal, yaitu sebagai penambah dan pelengkap pengetahuan dan keterampilan yang masih kurang didapatkan dari pendidikan di sekolah (pendidikan formal). Misalnya kursus, bimbingan studi, training dan lainnya.
Lembaga pendidikan non formal misalnya seperti Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
Ketiga, pendidikan informal, yaitu pendidikan yang dilakukan keluarga dan lingkungan. Sebelumnya, jalur pendidikan hanya dibagi menjadi 2 (dua), yaitu pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Hal ini diatur dalam Undang-undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sitem Pendidikan Nasional.
Namun ada sedikit perbedaan dengan ditetapkannya Undang-undang yang baru, yaitu No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan sekolah disebut dengan pendidikan formal, sedangkan pendidikan luar sekolah dibagi menjadi pendidikan non formal dan informal.
Karena kebiasaan penggunaan istilah, sampai saat ini istilah pendidikan luar sekolah masih sering digunakan. Bahkan dalam struktur pemerintahan pada Dinas Pendidikan, istilah pendidikan luar sekolah masih digunakan sampai saat ini. Dengan alasan itulah penulis menggunakan istilah tersebut.
Pendidikan Luar Sekolah
Dari berbagai jalur pendidikan tersebut, memang pendidikan sekolah merupakan jalur yang paling dominan dan diutamakan. Mungkin akan sangat gampang jika kita ingat-ingat fenomena pendidikan di tengah masyarakat, bagaimana pendidikan sekolah secara umum hampir menjadi 'siklus wajib' kehidupan seseorang. Ketika sudah berusia 6 tahun maka harus masuk ke Sekolah Dasar (SD), setelah lulus akan mendaftar ke Sekolah Menengah Pertama (SMP), kemudian ke Sekolah Menengah Atas (SMA), lalu ke Perguruan Tinggi. Di luar sekolah tersebut, dapat saja seseorang mengikuti bimbingan studi, kursus bahasa asing ataupun komputer misalnya yang sifatnya hanya tambahan.
Paradigma tersebut tidak dapat dianggap salah, karena pendidikan sekolah adalah yang utama dan pendidikan luar sekolah bersifat pelengkap ataupun tambahan. Namun karena pendidikan sekolah sudah dianggap sesuatu hal yang 'wajib' dan primer dalam proses pendidikan, karenanya penulis tidak akan membahasnya lagi.
Menyangkut fenomena globalisasi, penulis akan membahas 2 (dua) konteks penting yang sangat erat kaitannya dengan pendidikan luar sekolah.
Pertama, globalisasi berarti persaingan terbuka. Persaingan dalam bidang apa pun yang bermuara pada persaingan sumber daya manusia. Pertanyaannya adalah, siapkah sumber daya manusia kita bersaing secara terbuka dengan orang lain secara terbuka? Pertanyaan yang lumayan 'menakutkan' sehingga cukup untuk mengernyitkan dahi kita.
Yah, siap ataupun tidak jalan terbaik adalah terus mempersiapkan diri meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang ada.
Tuntutan akan kemampuan lebih dalam persaingan, tidak memungkinkan pendidikan sekolah untuk dapat memenuhinya secara baik. Karenanya, pendidikan luar sekolah mengambil peran yang sangat signifikan sebagai media subtitute, supplement dan complement agar kualitas sumber daya manusia dapat meningkat dengan baik. Sejak dini anak-anak sudah harus belajar dalam kelompok bermain, kemudian kursus bahasa asing, bimbingan studi, kursus komputer dan pengasahan kemampuan lainnya.
Kedua, globalisasi berarti interaksi sosial terbuka. Berbagai informasi tentang budaya lain tidak akan mungkin terbendung. Dalam keadaan seperti ini, filterisasi budaya baik dan yang dianggap kurang baik hanya dapat dilakukan oleh penilaian manusianya sendiri. Penilaian itulah yang dipengaruhi oleh mental dan spiritual manusia yang bersangkutan. Dalam kaitan inilah pendidikan luar sekolah, khususnya pendidikan keluarga dan lingkungan akan sangat diperlukan.
Pembinaan mental dan spiritual banyak dibina di kehidupan keluarga dan lingkungannya. Penanaman nilai baik-buruk, benar-salah dan sebagainya dominan dibentuk dalam interaksinya sehari-hari dalam realitas kehidupannya.
Kedua hal ini merupakan hal penting yang menunjukkan keterkaitan antara pendidikan luar sekolah dengan globalisasi. Dengan keterkaitan ini pula, tampak jelas bahwa pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan sesuatu yang integral dalam melakukan proses pendidikan.
Hanya dengan begitu tujuan pendidikan untuk berkembangnya potensi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab seperti yang diamanatkan dalam UU No. 20 Tahun 2003 dapat terwujud.

Tidak ada komentar: