Senin, 12 Mei 2008

Pendidikan Luar Sekolah Masih Termarjinalkan

oleh: Rousemiati Julista (110240621)

Gresik, Kompas - Masyarakat luas belum sepenuhnya menyadari bahwa pendidikan luar sekolah memiliki fungsi dan peran yang sama dengan pendidikan sekolah. Meski masih termarjinalkan, peran pendidikan luar sekolah dan pemuda juga mampu menyiapkan sumber daya manusia yang cerdas, terampil, dan mandiri.

Demikian diungkapkan Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda, Departemen Pendidikan Nasional, Dr Faisal Jalal di Gresik, Rabu (18/6). Dalam kesempatan tersebut, Faisal juga menyosialisasikan pendidikan luar sekolah (PLS) kepada puluhan pemimpin pondok pesantren di Kabupaten Gresik.

Menurut Faisal, salah satu kendala pengembangan PLS di berbagai daerah adalah adanya paradigma masyarakat yang masih berorientasi pada pendidikan sekolah semata. Padahal, antara pendidikan sekolah dan PLS saling berkesinambungan dalam membentuk sumber daya manusia yang cerdas dan terampil.

Melalui tempat kursus, pesantren, atau lembaga pendidikan luar sekolah lainnya, berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan dapat diserap.

"Banyak masyarakat yang memaksakan anaknya untuk menempuh pendidikan hanya melalui sekolah formal dengan tujuan mendapatkan ijazah kelulusan dan dapat diterima bekerja di suatu perusahaan. Namun, realitasnya banyak anak yang gagal dalam pendidikannya di sekolah atau berhasil lulus sekolah, tapi tidak diterima bekerja pada suatu perusahaan," ujar Faisal.

Kondisi pendidikan di Indonesia saat ini, jika dilihat dari kondisi kelayakan minimal sekolah dasar (SD), masih sangat memprihatinkan. Hal ini juga dapat dilihat dari prestasi hasil belajar siswa atau hasil ujian secara nasional yang masih rendah.

"Di Indonesia, kondisi kelayakan minimal sekolah dasar yang layak hanya sekitar 41,59 persen. Di samping itu, akses siswa terhadap buku teks untuk bidang matematika dan ilmu pengetahuan alam masih rendah. Parahnya lagi, kompetensi dan kelayakan gurunya pun sangat rendah," kata Faisal.

Karena itu, lanjut Faisal, masyarakat jangan hanya terpaku pada pendidikan sekolah. Realitas lain, secara nasional 60 persen tenaga kerja Indonesia merupakan pekerja yang pendidikan SD-nya tidak tamat. Sebagian besar dari mereka hanya menempati posisi karyawan atau buruh biasa, sedangkan untuk level atas, sebagian besar dikuasai orang asing.

"Minimnya kemampuan sumber daya manusia kita, karena kualitas pengetahuan dan kemampuannya juga rendah. Semua teori memang didapat di bangku sekolah, tapi praktiknya justru akan didapatkan di luar sekolah melalui pendidikan luar sekolah," tambah Faisal. (OTW).

sumber: Kompas, 19 Juni 2003

Tidak ada komentar: